Ramadan Memberdayakan: Perjalanan Sowwam Mengalirkan Kepedulian Untuk Akses Air Bersih Hingga ke Pelosok Daerah
Bogor – Sowwam merasa sangat bersyukur bisa meraih gelar sarjana di Universitas Indonesia, sebuah mimpi besar yang dulu terasa begitu jauh. Lahir dari keluarga sederhana, dengan sang ayah sebagai pensiunan Departemen Agama, kuliah di UI bukanlah hal yang mudah. Biaya menjadi tantangan utama, namun Allah mempertemukannya dengan jalan keluar. Di depan stand Dompet Dhuafa di gedung Rektorat saat seleksi masuk UI, matanya tertuju pada selebaran Beasiswa Etos ID. Dengan penuh harapan, ia mengisi formulir. Takdirpun berpihak, ia diterima dan mendapatkan dukungan penuh, baik secara materiil maupun moral.
Tahun 2003, bersama 25 penerima manfaat lainnya, Sowwam memulai perjalanan sebagai Etoser—sebutan untuk penerima Beasiswa Etos ID. Tahun pertama, ia tinggal di asrama dekat kampus UI Depok, namun sempat harus mencari tempat lain sementara karena air di kontrakan belum layak. Meski begitu, semangatnya tidak luntur. Asrama bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga ruang tumbuh. Ia dan rekan-rekannya mendapat bimbingan dari pendamping yang bekerja sama dengan TRUSTCO, lembaga pelatihan SDM profesional. Pelatihan soft skill yang diterima membentuk karakter mereka: tangguh, unggul, dan siap bersaing. Tak hanya itu, mereka juga berkesempatan bertemu dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh inspiratif dari jaringan Dompet Dhuafa, membuka wawasan dan membangun jejaring yang semakin luas.
Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa, Sowwam menghabiskan banyak waktu di Perpustakaan Fakultas Ekonomi UI sebagai pustakawan. Di sanalah ia menemukan harta karun sejati: akses ke berbagai referensi ilmiah dan buku-buku yang memperkaya pikirannya. Tak disangka, pengalaman ini menjadi bekal berharga untuk kariernya sebagai peneliti di Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI.
Pada 2010-2011, mimpi besar lainnya terwujud. Sowwam berkesempatan mengejar studi magister di luar negeri. Awalnya, ia memilih kebijakan publik di Korea, tetapi karena kendala administrasi, ia akhirnya beralih ke Universitas Rennes 1 di Prancis dengan beasiswa Eiffel Excellence Scholarship, mendalami Ekonomi Publik dan Keuangan Publik. Hidup di negeri orang bukan perkara mudah, terlebih ketika ia mengalami kendala membawa istrinya ke sana karena miskomunikasi aturan. Meski berat, ia tetap tegar dan berhasil menyelesaikan studinya dengan baik.
Sepulangnya ke Indonesia, Sowwam mengembangkan karirnya di berbagai lembaga prestisius, seperti World Bank, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), dan BAPPENAS. Namun, setelah beberapa tahun, ia memutuskan untuk rehat dan mencoba peruntungan di dunia bisnis online. Di sinilah ia belajar bahwa teori ekonomi yang dipelajari tidak semudah itu diterapkan dalam dunia nyata. Bisnisnya menghadapi banyak tantangan, hingga akhirnya ia memilih kembali ke LPEM UI sebagai peneliti dan konsultan ekonomi.
Namun, ada satu hal yang benar-benar mengubah hidupnya: Sedekah Air.
Tahun 2014, di tengah kesibukannya, ada kejadian kecil yang membawa dampak besar. Jetpump di mushola dekat rumahnya rusak. Ia membuka penggalangan dana online, dan respons luar biasa dari donatur membuatnya berpikir lebih jauh. Dana yang terkumpul lebih dari cukup, sehingga ia mulai mencari tempat lain yang juga membutuhkan. Sebuah pesantren dengan sanitasi buruk menjadi tujuan pertama. Saat itulah ia menyadari, betapa banyak orang di luar sana yang masih kesulitan mendapatkan akses air bersih.
Dari satu sumur ke sumur berikutnya, gerakan ini terus berkembang. Tantangan besar sempat dihadapi: pengeboran yang gagal karena kurangnya pemahaman geologi. Namun, Sowwam tak menyerah. Bersama para ahli dari ITB dan UNPAD, ia melakukan riset hingga akhirnya menemukan alat deteksi air impor dari China. Alat ini tidak murah—Rp25 juta per unit—tetapi hasilnya luar biasa. Akurasi pengeboran meningkat drastis, dan Sedekah Air semakin berkembang.
Kini, dengan sistem berbasis website, donatur bisa memilih langsung kampanye yang ingin mereka dukung. Proyek ini telah menjangkau berbagai daerah di Indonesia, bahkan hingga Aceh. Hingga 2025, lebih dari 400 proyek telah terealisasi, memberikan akses air bersih bagi ribuan masyarakat yang sebelumnya harus berjalan berkilo-kilometer hanya untuk mendapatkan air.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian PUPR, sekitar 25 juta penduduk Indonesia masih kesulitan mengakses air bersih. Bahkan, di daerah pedesaan dan kawasan terpencil, lebih dari 30% rumah tangga masih bergantung pada sumber air yang tidak layak. UNICEF juga melaporkan bahwa keterbatasan air bersih berdampak serius pada kesehatan, meningkatkan angka diare dan stunting pada anak-anak.
Gerakan seperti Sedekah Air adalah bukti bahwa masalah ini bisa diatasi dengan gotong royong. Dengan pendekatan berbasis komunitas dan teknologi, Sedekah Air telah membawa harapan baru bagi banyak orang. Setetes air yang mengalir dari sumur-sumur ini bukan sekadar air, melainkan simbol kepedulian dan kehidupan.
Pada 2018, perjuangan Sowwam dan Yayasan Sedekah Air mendapat sorotan nasional. Program ini diliput Kick Andy dan DAAI TV, semakin memperkuat branding Sedekah Air sebagai salah satu pegiat filantropi yang fokus pada akses air bersih di daerah-daerah sulit air. Liputan ini membuka lebih banyak peluang kolaborasi dan meningkatkan kepercayaan donatur untuk turut berkontribusi dalam gerakan ini.
Ke depan, Yayasan Sedekah Air berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah dan berbagai lembaga agar semakin banyak daerah yang terbantu. Sebab, sedekah terbaik adalah memberikan air, karena dari sanalah kehidupan bermula.
___________________________________________________________
Sahabat Pendidikan juga bisa membantu para penerima manfaat Etos ID melalui Teman Tumbuh: Satu Beasiswa, Satu Harapan di sini